Diperkirakan
ada 950 jenis ikan yang mendiami perairan tawar Indonesia dan hasil
penelitian dari Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang,
perairan Sumatera Selatan didiami 233 jenis ikan air tawar termasuk
diantaranya jenis ekonomis penting baik untuk ikan konsumsi maupun ikan
hias.
Peranan
perairan umum dalam kehidupan manusia sangatlah penting yaitu sebagai
sumber air tawar, sumber keanekaragaman hayati, sumber ketahanan pangan
dan sumber perekonomian sehingga bisa dikatakan perairan umum bersifat
multifungsi, multiguna dan multipemanfaat berbagai sektor pembangunan. Manusia
sebagai pemanfaat telah menggunakan perairan umum untuk berbagai
kepentingan, misalnya untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi
pertanian, perikanan, pariwisata serta pasokan air untuk rumah tangga
dan industri bahkan masih digunakan sebagai penampung buangan limbah.
Semua aktivitas manusia itu tentu dapat memberikan berbagai dampak
negatif terhadap ekosistem perairan seperti kerusakan dan hilangnya
habitat ikan, atau punahnya keanekaragaman hayati perairan termasuk
sumber daya ikan. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan turunnya
populasi ikan antara lain akibat perubahan habitat, eksploitasi
berlebih, akibat introduksi ikan asing dan akibat pemanasan global, serta akibat persaingan penggunaan air dan pencemaran. Ikan sangat penting sebagai penyedia protein hewani bagi pemenuhan gizi masyarakat terutama
bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan. Pasokan ikan di Sumatera Selatan
masih mengandalkan hasil tangkapan, karena itu perlu dipertahankan
ketersediaan stok ikan di perairan umum. Salah satu upaya untuk
mempertahankan stok ikan di perairan umum adalah dengan melakukan restocking atau kegiatan penebaran kembali ikan di habitatnya.
Apakah restocking ikan itu?
Sejalan dengan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan, restocking ikan diyakini mendukung upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Kegiatan restocking ini sering dilakukan di danau dan sungai. Saat ini sudah sering dilakukan kegiatan restocking
ikan oleh kelompok-kelompok yang peduli lingkungan, akademisi,
pemerintahan bahkan personal dalam rangka memperingati kegiatan
tertentu. Sesuai dengan definisinya, restocking
adalah menebarkan kembali jenis-jenis ikan yang menurut sejarahnya
mendiami perairan itu yang karena suatu sebab terjadi penurunan populasi
atau tidak ditemukan lagi. Namun seringkali jenis ikan yang ditebar
bukanlah ikan asli setempat tetapi jenis ikan introduksi yang belum
tentu cocok dengan lingkungan perairan itu bahkan dapat membahayakan
populasi ikan asli.
Sebelum melakukan kegiatan restocking, harus mengetahui terlebih dahulu kondisi stok ikan di perairan yang dipilih dan jenis ikan yang akan ditebar. Untuk penebaran ikan asli tentu
memerlukan persediaan benih dalam jumlah yang memadai dengan cara
melakukan perbenihan di panti benih yang didahului dengan proses
domestikasi mulai dari pemeliharaan induk dari perairan umum dan
dikuasai teknologi budidayanya kemudian dilakukan perbenihan selanjutnya
benih yang dihasilkan di tebar ke perairan asalnya. Sedangkan introduksi didefinisikan sebagai kegiatan menebar ikan dengan cara mendatangkan spesies baru dari luar ke habitat barunya (bukan ikan asli). Kegiatan restocking sendiri bertujuan untuk: (1) meningkatkan keanekaragaman jenis ikan, (2) peningkatan stok ikan
yang dapat ditangkap oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya, (3)
pelestarian sumber daya benih ikan dan (4) pemanfaatan sisa-sisa kotoran
organik yang dihasilkan dari kegiatan pembudidayaan ikan.
Ciri dari perairan yang harus dilakukan penebaran kembali adalah perairan yang telah mengalami penurunan stok alami (depleting natural population),
yang ditandai makin sedikit hasil tangkapan oleh nelayan. Tentunya
upaya ini sebelum dilakukan harus disertai dengan berbagai kajian dan
pertimbangan ilmiah, karena dalam upaya mengembalikan fungsi dan peran perairan umum sebagai ekosistem akuatik yang seimbang jangan sampai kegiatan ini justru dapat mengakibatkan hilangnya spesies endemik yang mempunyai nilai ekonomis penting.
Untuk keperluan restocking
sebaiknya menebarkan benih yang sudah cukup besar sehingga benih
tersebut mampu mencari pakan alami dan menghindar dari predator.
Menebarkan ikan yang sudah dewasa atau indukan sebenarnya lebih baik, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi.
Restocking dengan ikan asli perairan setempat
Perairan umum di Sumatera Selatan mempunyai kekayaan ragam jenis dan ada beberapa jenis yang dikenal bernilai ekonomi misalnya Patin,
Baung, Jelawat, Lampam, Semah, Belida. Jenis ikan Baung, Patin dan
Jelawat telah dapat dilakukan perbenihan di panti benih sehingga dapat
menjadi pilihan untuk ditebar sebagai pengkayaan stok di sungai atau
danau. Sedangkan di Danau Ranau dapat
ditebar ikan semah yang dulu pernah menjadi primadona di danau ini dan
sekarang sangat sulit didapatkan. Dengan menebar jenis ikan yang tepat,
kegiatan restocking ini dapat mengembalikan keseimbangan ekosistem perairan dan bernilai ekonomi bagi masyarakat di sekitar perairan tersebut.
Pemahaman restocking
ikan sering disalahartikan dengan introduksi misalnya melakukan
penebaran ikan nila atau ikan mas yang jelas bukan ikan asli Indonesia.
Ikan nila berasal dari Afrika dan ikan mas berasal dari China. Ikan nila
dan ikan mas di beberapa perairan umum sangat invasif terhadap makanan
dan ruang. Ikan nila telah diintroduksi ke 90 negara di dunia dan 15
negara diantaranya telah melaporkan dampak negatif terhadap ekologi
perairan. Saat ini ikan mas dan ikan nila termasuk ke dalam 100 spesies
asing di dunia yang bersifat invasif, walaupun memiliki nilai ekonomis.
Contoh kegiatan yang berhasil di Negara tetangga adalah restocking
600.000 benih udang galah di Sungai Timun Malaysia sepanjang 12,7 km,
yang dapat meningkatkan hasil tangkapan 38% setelah 3 tahun. Contoh lain
adalah menebar 220.000 benih ikan Bream pada
perairan Blackwood River Australia yang memiliki luas 13 ribu ha, dan
setelah 5 tahun produksinya meningkat 4 kalinya dan menjadi tempat
olahraga pancing yang menarik. Di beberapa sungai dan danau di Indonesia juga pernah dilakukan restocking ikan Baung (di Riau), Patin (Sulawesi Selatan), Jelawat (Kalimantan Barat), bahkan di Sumatera Selatan pernah dilakukan restocking ikan Patin dan Baung namun belum ada laporan dampak dari restocking tersebut. Dari contoh di atas untuk kegiatan restocking ikan di perairan Sumatera Selatan misalkan di Danau Ranau yang memiliki luas 12.800 ha, untuk menebar kembali ikan Semah paling tidak dibutuhkan sebanyak 200.000 ekor benih.
Regulasi yang mengatur restocking
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 12 Ayat 2, menyebutkan “Setiap
orang dilarang membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya
ikan, lingkungan sumber daya ikan, dan/atau kesehatan manusia di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia” dan ayat 3 “Setiap orang
dilarang membudidayakan hasil rekayasa genetika yang dapat membahayakan
sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, dan/atau kesehatan
manusia di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia”.
Penebaran
ikan juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor PER.15/MEN/2009 tentang Jenis Ikan
dan Wilayah Penebaran Kembali Serta Penangkapan Ikan Berbasis Budidaya,
yang menyatakan bahwa “bahwa danau yang dilakukan penebaran kembali
tetapi danau yang mempunyai spesies ikan endemik, maka jenis ikan
lainnya tidak boleh ditebar”.
Bijaksana dalam mengelola perairan umum
Pengelolaan
perikanan perairan umum sebagai upaya agar sumber daya ikan dapat
dimanfaatkan secara berkesinambungan perlu dilakukan secara bijaksana.
Untuk menjamin ketersedian stok ikan selain menjaga kelestarian habitat
ikan dan pengaturan penangkapan, khusus di perairan yang sudah
menunjukkan penurunan produksi perlu dilakukan pemacuan dengan restocking jenis ikan yang tepat. Keberhasilan kegiatan restocking ini perlu didukung oleh pihak-pihak terkait seperti Pemerintah Daerah dan para pelaku usaha di bidang perikanan. (dj).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar